Sabtu, 12 Januari 2013

Makalah Bidang Kajian Ontologi




BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar belakang

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Thales berpendirian bahwa segala sesuatu tidak berdiri dengan sendirinya melainkan adanya saling keterkaitan dan ketergantungan satu dengan yang lainnya.
Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam persoalan ontologi orang menghadapi permasalahan bagaimana menerangkan hakikat dari segala yang ada. Pertama, orang akan berhadapan dengan dua kenyataan yaitu berupa materi dan rohani. Pembicaraan mengenai hakikat sangatlah luas, meliputi segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat ada adalah kenyataan sebenarnya bukan kenyataan sementara atau berubah-ubah.
Secara ringkas Ontologi membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Ontologi juga merupakan salah satu dari obyek garapan filsafat ilmu yang menetapkan batas lingkup dan teori tentang hakikat realitas yang ada (Being), baik berupa wujud fisik (al-Thobi’ah) maupun metafisik (ma ba’da al-Thobi’ah) selain itu, Ontologi merupakan hakikat ilmu itu sendiri dan apa hakikat kebenaran serta kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah tidak terlepas dari persepektif filsafat tentang apa yang dikaji atau hakikat realitas yang ada yang memiliki sifat universal.

Menurut Hornby (1974), filsafat adalah suatu sistem pemikiran yang terbentuk dari pencarian pengetahuan tentang watak dan makna kemaujudan atau eksistensi. Filsafat dapat juga diartikan sebagai sistem keyakinan umum yang terbentuk dari kajian dan pengetahuan tentang asas-asas yang menimbulkan, mengendalikan atau menjelaskan fakta dan kejadian. Secara ringkas, dengan demikian, filsafat diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu makna. Hornby menyatakan pula bahwa pengetahuan ialah keseluruhan hal yang diketahui, yang membentuk persepsi jelas mengenai kebenaran atau fakta. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang diatur dan diklasifikasikan secara tertib, membentuk suatu sistem pengetahuan, berdasar rujukan kepada kebenaran atau hukum-hukum umum.

Sedangkan Ontologi atau bagian metafisika yang umum, membahas segala sesuatu yang ada secara menyeluruh yang mengkaji persoalan seperti hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan, pengertian tentang kebebasan dan lainnya. Dalam pemahaman ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, seperti Monoisme, dualisme, pluralisme, nikhilisme, dan agnotisime.




1.2         Rumusan Masalah
1.      Apakah yang di kaji dalam Bidang Kajian Ontologi ?
2.      Apa yang di maksud dengan Aliran-aliran Ontologi ?
3.      Apa yang di maksud dengan Asumi Ontoligi Ilmu ?

1.3         Tujuan
1.    Menjelaskan Bidang Kajian Ontologi.
2.    Menjelaskan Aliran-aliran Ontologi.
3.    Menerangkan Asumsi Ontologi Ilmu.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Pengertian Ontologi

Ontologi adalah cabang teori dari ilmu filsafat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Ontologi juga dikatakan sebagai salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Ontologi berasal dari bahasa Yunani yakni ta onta artinya ‘yang berada’, atau ontos atinya ada atau segala sesuatu yang ada (being), dan logos artinya ilmu pengetahuan atau ajaran. Dengan demikian ontologi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang ada. Ontologi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari hakikat sesuatu yang ada atau hakikat dari segala sesuatu yang ada. Studi ini membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.
Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam persoalan ontologi orang menghadapi permasalahan bagaimana menerangkan hakikat dari segala yang ada. Pertama, orang akan berhadapan dengan dua kenyataan yaitu berupa materi dan rohani. Pembicaraan mengenai hakikat sangatlah luas, meliputi segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat ada adalah kenyataan sebenarnya bukan kenyataan sementara atau berubah-ubah.
Menurut istilah, Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani atau abstrak (Bakhtiar , 2004).
Menurut Soetriono & Hanafie (2007) Ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi obyek penelaahan (obyek ontologis atau obyek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari obyek ontologi atau obyek formal tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.
Menurut Ensiklopedi Britannica Yang juga diangkat dari Konsepsi Aristoteles Ontologi Yaitu teori atau studi tentang being atau wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu, studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda untuk menentukan arti , struktur dan prinsip benda tersebut. (Filosofi ini didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM)
Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji secara tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian ontologi ini menjadi sangat beragam dan berubah sesuai dengan berjalannya waktu.
Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base. Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hierarki dari istilah untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah knowledge base”. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada.
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang, yaitu :
·         kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak ?
·         Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.

Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.

2.1.1   Bidang Kajian Ontologi
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M yang menamai teori tentang hakikat yang ada bersifat metafisis. Ontologi mengkaji segala sesuatu yang ada yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal dan ada yang bersifat mutlak. Adapun bidang yang termasuk dalam ontologi yaitu kosmologi dan metafisika dengan segala sumber yang ada yaitu Tuhan Yang Maha Esa penentu alam semesta. Studi tentang yang ada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika.

Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh kenyataan. Bagi pendekatan kualitatif, kenyataan akan tampil menjadi aliran materialisme, idealisme, naturalisme atau hilomorphisme.

2.1.2   Manfaat Kajian Ontologi
Mempelajari Ontologi akan dapat mengetahui nilai-nilai penting yang terdalam dari yang ada. Jika dilihat dari manfaat mempelajari filsafat itu sendiri maka filsafat  akan mengajarkan tentang hakikat alam semesta. Filsafat terbagi atas cabang-cabang yang lebih terperinci. Salah satunya adalah kajian metafisika, menurut Kattsoff cabang filsafat metafisika adalah hal-hal yang terdapat sesudah fisika, hal-hal yang terdapat dibalik yang tampak. Aristoteles menyebutkan metafisika adalah ilmu pengetahuan mengenai yang ada sebagai yang ada. Yang dilawankan dengan yang ada sebagai yang digerakkan atau yang ada sebagai yang dijumlahkan. Metafisika dapat mendefinisikan sebagai bagian pengetahuan manusia yang berkaitan dengan pertanyaan mengenai sesuatu yang ada yang  terdalam.

2.1.3   Metafisika
Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat mendasar yang berada diluar pengalaman manusia. Metafisika mengkaji segala sesuatu secara komprehensif. Menurut Asmoro Achmadi (2005: 14), metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan sesuatu yang bersifat ‘keluarbiasaan’ yang berada di luar pengalaman manusia. Menurut Achmadi, metafisika mengkaji sesuatu yang berada diluar hal-hal yang biasa berlaku pada umumnya, atau hal-hal yang tidak alami, serta hal-hal yang berada di luar kebiasaan manusia.
Metafisika berasal dari kata meta dan fisika, yang artinya meta ; sesudah, selain atau dibalik sedangkan fisika berarti nyata atau alam fisik. Dengan kata lain metafisika mengandung arti hal-hal yang berada di belakang gejala-gejala yang nyata. Dari ilmu filsafat metafisika adalah ilmu yang memikirkan hakikat dibalik alam nyata. Metafisika membicarakan hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata tanpa dibatasi pada sesuatu yang dapat diserap pancaindra.
Menurut Aristoteles (Susanto, A. 2011: 93) ilmu metafisika termasuk cabang filsafat teoritis yang membahas masalah hakikat segala sesuatu sehingga ilmu metafisik menjadi inti filsafat. Masalah metafisik juga merupakan sesuatu yang fundamental dari kehidupan. Oleh karena itu, setiap orang yang sadar berhadapan dengan sesuatu yang metafisik tetap tersangkut didalamnya.
Tafsiran pertama yang diberikan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa terdapat wujud gaib dan wujud ini lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam nyata. Animisme atau roh-roh yang bersifat gaib terdapat pada benda seperti batu, pohon merupakan contoh kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme. Paham naturalisme adalah paham yang menolak pendapat bahwa terdapat wujud-wujud yang bersifat supernatural. Paham materisme merupakan paham yang berpendapat bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan gaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat, dalam alam itu sendiri.
Menurut Conny Semiawan dkk. (2005: 158) memberikan pernyataan bahwa metafisika dimasukkan ke dalam ontologi filsafat ilmu. Dengan demikian ontologi didalam filsafat ilmu menyelidiki segala kemungkinan dari kenyataan yang terjadi.
Berdasarkan perkembangannya Christian Wolff (1679-1757) membagi metafisika menjadi dua yaitu :

1.1  Metafisika Umum Membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
2.1  Metafisika Khusus
Terbagi atas ;  kosmologi yang membicarakan alam semesta, Psikologi adalah cabang ilmu filsafat tentang jiwa manusia dan teologi adalah cabang ilmu yang khusus membicarakan Tuhan.

2.2         Aliran-aliran Ontologi
Ontologi atau bagian metafisika yang umum, membahas segala sesuatu yang ada secara menyeluruh yang mengkaji persoalan seperti hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan, pengertian tentang kebebasan dan lainnya. Dalam pemahaman ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, seperti :

1.    Monoisme
Paham monoisme menganggap bahwa hakikat yang asal dari kenyataan itu hanyalah satu saja sebagai sumber asal baik materi maupun ruhani. Thomas Davidson menyebutkan monoisme adalah block universe. Paham monoisme terbagi dua aliran yaitu :

-          Materialisme : Menganggap bahwa sumber yang asal adalah materi bukan rohani sering juga naturalisme.
-          Idealisme dinamakan juga spritualisme. Idealisme mengandung arti sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini menganggap bahwa hakikat kenyataan yang beranekaragam ini berasal dari ruh yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.

Menurut Rapar (2005:45), aliran materialisme menolak hal-hal yang abstrak. Bagi materialisme ada yang sesungguhnya adalah yang keberadaannya semata-mata bersifat materialisme, realitas yang sesungguhnya adalah alam kebendaan, sesuatu yang riil atau nyata. Tokoh-tokoh aliran materialisme adalah Thales, anaximenes dan anaximandris.
Sedangkan aliran idealisme tumbuh dan berkembang sejak masa Plato yang terkenal dengan pandangannya mengenai ide. Ide bagi Plato tidak sama  dualisme ide yang dipahami orang pada saat ini. Dasar pokok pemahaman ide dikemukakannya sebagai teori logika kemudian meluas menjadi pandangan hidup dan menjadi dasar umum ilmu dan politik social dan bahkan agama.

2.    Dualisme
Aliran dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan dua paham yang saling bertentangan yaitu materialisme dan idealisme. Aliran dualisme memandang paham yang serba dua yaitu antara materi dan bentuk. Pengertian materi dalam pandangan aliran dualisme. Materi dalam arti mutlak adalah asas atau lapisan bawah yang paling akhir dan umum. Tiap benda yang dapat diamati disusun dari materi.. Materi dan bentuk tidak dapat dipisahkan. Materi tidak dapat berwujud tanpa bentuk sebaliknya bentuk tidak dapat berada tanpa materi. Tiap benda yang dapat diamati disusun dari bentuk dan materi.

        3.  Pluralisme
Paham pluralisme berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk semuanya nyata.
        4.  Nikhilisme
Dunia ini terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Dalam paham ini manusia bebas berkehendak dan berkreativitas.
        5.  Agnotisisme
Aliran ini menganut paham bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu dibalik kenyataannya. Manusia tidak mungkin memiliki hakekat batu, air, dan api. Kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin tahu hakikat sesuatu yang ada. Paham agnotisisme mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda baik materi maupun hakikat rohani.
2.3         Asumsi Ontologis Ilmu
Pendapat yang telah didukung oleh beberapa teori dan fakta yang dapat dibuktikan secara rasional. Berkaitan dengan pengkajian konsep-konsep, pengandaian-pengandaian. Dengan  demikian filsafat ilmu erat kaitannya dengan pengkajian analisis konseptual dan bahasa yang digunakannya dan juga dengan perluasan serta penyusunan cara-cara yang lebih tepat untuk memperoleh pengetahuan.
Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya di lakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah ontologi banyak di gunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
Karena setiap ilmu selalu memerlukan asumsi, Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektal suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang tersirat. McMullin (2002) menyatakan hal yang mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok (the standard presumption) keberadaan suatu obyek sebelum melakukan penelitian.
a.    Objek Formal

Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira cukup banyak. Hanya dua yang terakhir perlu kiranya penulis lebih jelaskan. Yang natural ontologik akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek materialisme dari mental.

b.    Metode dalam Ontologi

Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik.
Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori. Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari predikat,  dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan. Sedangkan pembuktian a posteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah realitas kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktian a posterioris disusun dengan tata silogistik.
Bandingkan tata silogistik pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang apriori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan predikat dan term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan, sedangkan yang a posteriori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan subjek, term tengah menjadi akibat dari realitas dalam kesimpulan.
Ontologi menurut Anton Bakker (1992)  merupakan ilmu pengetahuan yang paling universal dan paling menyeluruh. Penyelidikannya meliputi gejala pertanyaan dan penelitian lainnya yang lebih bersifat bagian. Ontologi berusaha memahami keseluruhan kenyataan, segala sesuatu yang mengada segenapnya.
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Dalam kaitannya dengan kaidah moral atau nilai-nilai hidup, maka dalam menetapkan objek penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan.

Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:

1.      Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2.      Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.


Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme.

2.4         Batas-batas Penjelajahan Ilmu
Dasar ontologi ilmu sebenarnya ingin berbicara pada sebuah pertanyaan dasar yaitu, apakah yang ingin diketahui ilmu ? Atau bisa dirumuskan secara eksplisit menjadi,  apakah yang menjadi bidang telaah ilmu ? Berbeda dengan agama atau bentuk pengetahuan yang lainnya, maka ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris. Secara sederhana objek kajian ilmu ada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek kajian ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pacaindera manusia. Dalam batas-batas tersebut maka ilmu mempelajari objek-objek empiris seperti batu-batuan, binatang, tumbuh-tumbuhan , hewan atau manusia itu sendiri.
Berdasarkan hal itu maka ilmu-ilmu dapat disebut sebagai suatu pengetahuan empiris, di mana objek-objek yang berbeda di luar jangkaun manusia tidak termasuk di dalam bidang penelaahan keilmuan tersebut.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai objek-objek empiris. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya. Secara lebih terperin
ci ilmu mempunyai tiga asumsi yang dasar.
Asumsi pertama, menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Asumsi kedua, ilmu menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu . Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu. Asumsi ketiga, ilmu menganggap bahwa tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai suatu hubungan pola-pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan kejadian yang sama. Dalam penegartian ini ilmu mempunyai sifat deterministik. Namun demikian dalam determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik).

a.       Karakteristik Filsafat Ilmu
Ilmu sebagai salah satu bidang dalam filsafat, di abad modern ini memang mendapat tempat dan porsi terbesar, Perkembangan ilmu saat ini banyak mendorong terjadinya perubahan-perubahan peradaban, Abad modern memang sangat didorong oleh kemunculan rasionalitas ilmu sebagai dasar dominan rasionalitas modern. Ilmu sebagai sebuah konsep memang mengandung pengertian yang cukup komplek. Ilmu dalam bahasa inggris ‘science’, dari bahasa Latin ‘scientia’ (pengetahuan). Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah ‘ episteme’. Pada prinsipnya ‘ilmu’ merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu sosial dan ilmu alam , karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu sering dibagi menjadi ‘filsafat ilmu alam’ dan filsafat ilmu sosial’.
Karakteristik ilmu yang paling kentara adalah bahwa cara kerjanya ditentukan oleh sebuah metode. Metode berarti bahwa penyelidikan berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Tekanan ilmu terletak pada bagaimana sebuah metode dibangun. Ilmu yang dalam perkembangannya memakai metode ilmiah di dalam hukum-hukumnya mempunyai bahasa-bahasa ilmiah yang berbeda dengan bahasa keseharian yang lain. Karakteristik yang nampak dalam bahasa ini adalah bahwa bahasa ilmiah selalu menekankan unsur “bebas nilai”. Karakteristik yang kedua adalah bahwa bahasa ilmu sifatnya tertutup dan memakai cara kerja sistem sendiri. Ada banyak model dan cara kerja ilmu yagn berkembang sesuai dengan perkembangan filsafat manusia. Jika kita lihat di sana akan ditemukan pengertian-pengertian Rasionalisme, Empirisme, Positivisme, Rasionalitas Kritis, Konstruktivisme. Masing-masing mempunyai metodologi yang khas tetapi masih dalam kesatuan ciri khas kerja sebuah ilmu.
Filsafat ilmu pada prinsipnya bertugas meneliti dan menggali sebab-musabab pertama dari gejala ilmu pengetahuan, di antaranya paham tentang kepastian, kebenaran dan objektivitas. Cara kerja filsafat ilmu pengetahuan pada prinsipnya adalah sebuah penelitian tentang apa yang memungkinkan ilmu-ilmu tersebut terjadi dan berkembang.

b.      Batas-batas Kerja Ilmu
Jika kita mempertanyakan apa batas kerja ilmu atau batas penjelajahan ilmu maka bisa dijelaskan bahwa ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari sesuatu yang bukan dari pengalaman manusia, maka ilmu tidak bekerja di luar batas kerjanya seperti keyakinan surga dan neraka. Pada prinsipnya ilmu sendiri dalam kehidupan manusia sebagai alat pembantu untuk bisa membongkar berbagai problem manusia dalam batas pengalamannya.


Ilmu membatasi lingkup penjelajahan pada batas pengalaman manusia. Metode yang dipergunakan dalam menyusun ilmu telah teruji kebenarannya secara empiris. Dalam perkembangannya kemudian maka muncul banyak cabang ilmu yang diakibatkan karena proses kemajuan dan penjelajahan ilmu yang tidak pernah berhenti. Dari sinilah kemudian lahir konsep “kemajuan” dan “modernisme” sebagai anak kandung dari cara kerja berpikir keilmuan.
Ahli ontologi menggunakan beberapa pertanyaan mendasar tentang keberadaan sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang paling ideal. Pertanyaan-pertanyaan utama dalam ontologi adalah:

1)      Atas dasar apakah ”sesuatu” itu dikatakan sebagai ”ada”?

2)      Jika ”sesuatu” itu dikatakan ”ada”, bagaimana cara mengelompokkannya?

Kedua pertanyaan tersebut telah mendorong dilakukannya upaya untuk membagi entitas-entitas yang melekat pada ”sesuatu” menjadi kelompok atau kategori. Karena jumlah entitas sangat banyak, maka daftar kategori yang dibuat juga beragam. Untuk mempermudah kita menemukan kategori yang diinginkan, kategori-kategori yang ada disusun dan dihubungkan dalam bentuk skema. Aplikasi dari kategorisasi entitas dapat dilihat dalam ilmu perpustakaan dan IT.

Pengembangan dari dua pertanyaan mendasar dalam ontologi telah mendorong ahli filsafat untuk berpikir lebih keras dan memacu perkembangan ontologi dan aplikasinya dalam berbagai bidang. Berikut ini adalah beberapa contoh pertanyaan dalam ontologi:


1.      Apa yang dimaksud dengan ”ada”?
2.      Apakah ”ada” memiliki sesuatu atau properti?
3.       Jika ”sesuatu” tersusun atas entitas, maka entitas manakah yang fundamental?
4.      Bagaimana properti dari sebuah obyek dapat berhubungan dengan obyek tersebut?
5.      Apa ciri yang paling penting dari sebuah obyek?
6.      Jika ”ada” memiliki tingkatan (level), berapa jumlah level yang dimiliki oleh sebuah ”ada”?
7.      Apa yang dimaksud dengan obyek fisik?
8.      Apakah bukti yang dapat menyatakan bahwa suatu obyek fisik itu dikatakan sebagai ”ada”?
9.      Apakah bukti yang dapat menyatakan bahwa suatu obyek fisik memiliki entitas atau unsur non-fisik?

2.5    Konsep Ontologi

Konsep-konsep yang berkembang dalam ontologi dapat dirangkum menjadi 5 konsep utama, yaitu:

a)      Umum (universal) dan Tertentu (particular)

Umum (universal) adalah sesuatu yang pada umumnya dimiliki oleh sesuatu, misalnya: karakteristik dan kualitas. “Umum” dapat dipisahkan atau disederhanakan melalui cara-cara tertentu. Sebagai contoh, ada dua buah kursi yang masing-masing berwarna hijau, maka kedua kursi ini berbagi kualitas ”berwarna hijau” atau ”menjadi hijau”. Tertentu (particular) adalah entitas nyata yang terdapat pada ruang dan waktu. Contohnya, Socrates (guru dari Plato) adalah tertentu (particular), seseorang tidak dapat membuat tiruan atau kloning dari Socrates tanpa menambahkan sesuatu yang baru pada tiruannya.

b)      Substansi (substance) dan Ikutan (accident)

Substansi adalah petunjuk yang dapat menggambarkan sebuah obyek, atau properti yang melekat secara tetap pada sebuah obyek. Jika tanpa properti tersebut, maka obyek tidak ada lagi.Ikutan (accident) dalam filsafat adalah atribut yang mungkin atau tidak mungkin dimiliki oleh sebuah obyek. Menurut Aristoteles, ”ikutan” adalah kualitas yang dapat digambarkan dari sebuah obyek. Misalnya: warna, tekstur, ukuran, bentuk dsb.

c)      Abstrak dan Kongkrit

Abstrak adalah obyek yang ”tidak ada” dalam ruang dan waktu tertentu, tetapi ”ada” pada sesuatu yang tertentu, contohnya: ide, permainan tenis (permainan adalah abstrak, sedang pemain tenis adalah kongkrit). Kongkrit adalah obyek yang ”ada” pada ruang tertentu dan mempunyai orientasi untuk waktu tertentu. Misalnya: awan, badan manusia.

d)     Esensi dan eksistensi

Esensi adalah adalah atribut atau beberapa atribut yang menjadi dasar keberadaan sebuah obyek. Atribut tersebut merupakan penguat dari obyek, jika atribut hilang maka obyek akan kehilangan identitas. Eksistensi (existere: tampak, muncul. Bahasa Latin) adalah kenyataan akan adanya suatu obyek yang dapat dirasakan oleh indera.

e)      Determinisme dan indeterminisme

Determinisme adalah pandangan bahwa setiap kejadian (termasuk perilaku manusia, pengambilan keputusan dan tindakan) adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rangkaian kejadian-kejadian sebelumnya. Indeterminisme merupakan perlawanan terhadap determinisme. Para penganut indeterinisme mengatakan bahwa tidak semua kejadian merupakan rangkaian dari kejadian masa lalu, tetapi ada faktor kesempatan (chance) dan kegigihan (necessity). Kesempatan (chance) merupakan faktor yang dapat mendorong terjadinya perubahan, sedangkan kegigihan (necessity) dapat membuat sesuatu itu akan berubah atau dipertahankan sesuai asalnya.












BAB III
KESIMPULAN

3.1              Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Ontologi adalah ilmu yang mempelajari hakikat sesuatu yang ada atau hakikat dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan Bidang Kajian Ontologi mengkaji segala sesuatu yang ada yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal dan ada yang bersifat mutlak. Sehingga dapat mengetahui nilai-nilai penting yang terdalam dari yang ada. Jika dilihat dari manfaat mempelajari filsafat itu sendiri maka filsafat  akan mengajarkan tentang hakikat alam semesta. Filsafat terbagi atas cabang-cabang yang lebih terperinci. Salah satunya adalah kajian metafisika.
Dan Aliran-aliran ontologi itu sendiri adalah bagian metafisika umum, yang membahas segala sesuatu yang ada secara menyeluruh yang mengkaji persoalan seperti hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan, pengertian tentang kebebasan dan lainnya. Sehingga timbul aliran-aliran dalam pandangan-pandangan pokok pemikiran, seperti Monoisme, Dualisme, Prularisme, Nikhilisme dan Agnotisisme.
Sedangkan Asumsi Ontologis Ilmu adalah Pendapat yang telah didukung oleh beberapa teori dan fakta yang dapat dibuktikan secara rasional. Berkaitan dengan pengkajian konsep-konsep dan pengandaian-pengandaian. Asumsi Ontologis Ilmu adalah hal yang mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan.

1 komentar: