BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato,
dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum
membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal
sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang
merupakan asal mula segala sesuatu. Thales berpendirian bahwa segala sesuatu
tidak berdiri dengan sendirinya melainkan adanya saling keterkaitan dan ketergantungan
satu dengan yang lainnya.
Awal mula alam pikiran Yunani telah
menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam persoalan ontologi
orang menghadapi permasalahan bagaimana menerangkan hakikat dari segala yang
ada. Pertama, orang akan berhadapan dengan dua kenyataan yaitu berupa materi
dan rohani. Pembicaraan mengenai hakikat sangatlah luas, meliputi segala yang
ada dan yang mungkin ada. Hakikat ada adalah
kenyataan sebenarnya bukan kenyataan sementara atau berubah-ubah.
Secara ringkas Ontologi membahas realitas atau
suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas
kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan
proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses
tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada
bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Ontologi
juga merupakan salah satu dari obyek garapan
filsafat ilmu yang menetapkan batas lingkup dan teori tentang hakikat realitas
yang ada (Being), baik berupa wujud fisik (al-Thobi’ah) maupun metafisik (ma
ba’da al-Thobi’ah) selain itu, Ontologi merupakan hakikat ilmu itu sendiri dan
apa hakikat kebenaran serta kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah
tidak terlepas dari persepektif filsafat tentang apa yang dikaji atau hakikat
realitas yang ada yang memiliki sifat universal.
Menurut Hornby (1974), filsafat adalah suatu
sistem pemikiran yang terbentuk dari pencarian pengetahuan tentang watak dan
makna kemaujudan atau eksistensi. Filsafat dapat juga diartikan sebagai sistem
keyakinan umum yang terbentuk dari kajian dan pengetahuan tentang asas-asas
yang menimbulkan, mengendalikan atau menjelaskan fakta dan kejadian. Secara
ringkas, dengan demikian, filsafat diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu
makna. Hornby menyatakan pula bahwa pengetahuan ialah keseluruhan hal yang
diketahui, yang membentuk persepsi jelas mengenai kebenaran atau fakta.
Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang diatur dan diklasifikasikan secara
tertib, membentuk suatu sistem pengetahuan, berdasar rujukan kepada kebenaran
atau hukum-hukum umum.
Sedangkan Ontologi
atau bagian metafisika yang umum, membahas segala sesuatu yang ada secara
menyeluruh yang mengkaji persoalan seperti hubungan akal dengan benda, hakikat
perubahan, pengertian tentang kebebasan dan lainnya. Dalam pemahaman ontologi
ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, seperti Monoisme, dualisme, pluralisme, nikhilisme, dan agnotisime.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apakah yang di kaji dalam Bidang Kajian Ontologi ?
2. Apa
yang di maksud dengan Aliran-aliran Ontologi ?
3. Apa
yang di maksud dengan Asumi Ontoligi Ilmu ?
1.3
Tujuan
1. Menjelaskan
Bidang Kajian Ontologi.
2. Menjelaskan
Aliran-aliran Ontologi.
3. Menerangkan
Asumsi Ontologi Ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Ontologi
Ontologi
adalah cabang teori dari ilmu filsafat yang membicarakan hakikat sesuatu yang
ada. Ontologi juga dikatakan
sebagai salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Ontologi berasal dari
bahasa Yunani yakni ta onta artinya
‘yang berada’, atau ontos atinya ada atau segala sesuatu yang ada (being),
dan logos artinya ilmu pengetahuan
atau ajaran. Dengan demikian ontologi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran tentang
yang ada. Ontologi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari hakikat
sesuatu yang ada atau hakikat dari segala sesuatu yang ada. Studi ini membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.
Awal mula alam pikiran
Yunani telah menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam
persoalan ontologi orang menghadapi permasalahan bagaimana menerangkan hakikat
dari segala yang ada. Pertama, orang akan berhadapan dengan dua kenyataan yaitu
berupa materi dan rohani. Pembicaraan mengenai hakikat sangatlah luas, meliputi
segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat ada adalah kenyataan sebenarnya bukan kenyataan sementara atau
berubah-ubah.
Menurut istilah,
Ontologi
adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality
baik yang berbentuk jasmani atau konkret
maupun rohani atau abstrak
(Bakhtiar , 2004).
Menurut Soetriono &
Hanafie (2007) Ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang
lingkup wujud yang menjadi obyek penelaahan (obyek ontologis atau obyek formal
dari pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari
obyek ontologi atau obyek formal tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu
yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan
alam kenyataan dan keberadaan.
Menurut Ensiklopedi
Britannica Yang juga diangkat dari Konsepsi Aristoteles Ontologi Yaitu teori
atau studi tentang being atau wujud
seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan
metafisika yaitu, studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real
nature) dari suatu benda untuk menentukan arti , struktur dan prinsip benda
tersebut. (Filosofi ini didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM)
Pengertian paling umum pada
ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba mencari hakikat dari
sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji secara tersendiri menurut
lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian ontologi ini menjadi
sangat beragam dan berubah sesuai dengan berjalannya waktu.
Sebuah ontologi memberikan
pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap representasi
pengetahuan pada sebuah knowledge base. Sebuah ontologi juga dapat diartikan
sebuah struktur hierarki
dari istilah untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai
landasan untuk sebuah knowledge base”. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu
teori tentang makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi
objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya,
pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada.
Hakekat kenyataan atau
realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang, yaitu :
·
kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan
apakah kenyataan itu tunggal atau jamak ?
·
Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan
apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti
misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara
sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis.
2.1.1
Bidang
Kajian Ontologi
Ontologi
pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M yang menamai
teori tentang hakikat yang ada bersifat metafisis. Ontologi mengkaji segala sesuatu yang ada yaitu ada individu, ada
umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal dan ada yang bersifat
mutlak. Adapun bidang yang termasuk dalam ontologi yaitu kosmologi dan
metafisika dengan segala sumber yang ada yaitu Tuhan Yang Maha Esa penentu alam semesta.
Studi tentang yang ada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika.
Objek
formal ontologi adalah hakikat seluruh kenyataan. Bagi pendekatan kualitatif,
kenyataan akan tampil menjadi aliran materialisme, idealisme, naturalisme atau
hilomorphisme.
2.1.2
Manfaat
Kajian Ontologi
Mempelajari
Ontologi akan dapat mengetahui nilai-nilai penting yang terdalam dari yang ada.
Jika dilihat dari manfaat mempelajari filsafat itu sendiri maka filsafat akan mengajarkan tentang hakikat alam
semesta. Filsafat terbagi atas cabang-cabang yang lebih terperinci. Salah satunya
adalah kajian metafisika, menurut Kattsoff cabang filsafat metafisika adalah
hal-hal yang terdapat sesudah fisika, hal-hal yang terdapat dibalik yang
tampak. Aristoteles menyebutkan metafisika adalah ilmu pengetahuan mengenai yang ada sebagai yang ada. Yang dilawankan dengan yang ada sebagai yang digerakkan
atau yang ada sebagai yang dijumlahkan. Metafisika dapat mendefinisikan sebagai
bagian pengetahuan manusia yang berkaitan dengan pertanyaan mengenai sesuatu
yang ada yang terdalam.
2.1.3
Metafisika
Metafisika
merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat
mendasar yang berada diluar pengalaman manusia. Metafisika mengkaji segala
sesuatu secara komprehensif. Menurut Asmoro Achmadi (2005: 14), metafisika
merupakan cabang filsafat yang membicarakan sesuatu yang bersifat
‘keluarbiasaan’ yang berada di luar pengalaman manusia. Menurut Achmadi,
metafisika mengkaji sesuatu yang berada diluar hal-hal yang biasa berlaku pada
umumnya, atau hal-hal yang tidak alami, serta hal-hal yang berada di luar
kebiasaan manusia.
Metafisika
berasal dari kata meta dan fisika, yang artinya meta ; sesudah, selain atau
dibalik sedangkan fisika berarti nyata atau alam fisik. Dengan kata lain
metafisika mengandung arti hal-hal yang berada di belakang gejala-gejala yang
nyata. Dari ilmu filsafat metafisika adalah ilmu yang memikirkan hakikat
dibalik alam nyata. Metafisika membicarakan hakikat dari segala sesuatu dari
alam nyata tanpa dibatasi pada sesuatu yang dapat diserap pancaindra.
Menurut
Aristoteles (Susanto, A. 2011: 93) ilmu metafisika termasuk cabang filsafat
teoritis yang membahas masalah hakikat segala sesuatu sehingga ilmu metafisik
menjadi inti filsafat. Masalah metafisik juga merupakan sesuatu yang
fundamental dari kehidupan. Oleh karena itu, setiap orang yang sadar berhadapan
dengan sesuatu yang metafisik tetap tersangkut didalamnya.
Tafsiran pertama
yang diberikan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa terdapat wujud gaib
dan wujud ini lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam nyata.
Animisme atau roh-roh yang bersifat gaib terdapat pada benda seperti batu,
pohon merupakan contoh kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme.
Paham naturalisme adalah paham yang menolak pendapat bahwa terdapat wujud-wujud
yang bersifat supernatural. Paham materisme merupakan paham yang berpendapat
bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan gaib,
melainkan oleh kekuatan yang terdapat, dalam alam itu sendiri.
Menurut Conny
Semiawan dkk.
(2005: 158) memberikan pernyataan bahwa metafisika dimasukkan ke dalam ontologi
filsafat ilmu. Dengan demikian ontologi didalam filsafat ilmu menyelidiki
segala kemungkinan dari kenyataan yang terjadi.
Berdasarkan
perkembangannya Christian Wolff (1679-1757) membagi metafisika menjadi dua yaitu
:
1.1 Metafisika
Umum Membicarakan prinsip paling dasar atau
paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
2.1 Metafisika
Khusus
Terbagi atas ; kosmologi yang membicarakan alam semesta,
Psikologi adalah cabang ilmu filsafat tentang jiwa manusia dan teologi adalah
cabang ilmu yang khusus membicarakan Tuhan.
2.2
Aliran-aliran
Ontologi
Ontologi atau
bagian metafisika yang umum, membahas segala sesuatu yang ada secara menyeluruh
yang mengkaji persoalan seperti hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan,
pengertian tentang kebebasan dan lainnya. Dalam pemahaman ontologi ditemukan
pandangan-pandangan pokok pemikiran, seperti :
1. Monoisme
Paham
monoisme menganggap bahwa hakikat yang asal dari kenyataan itu hanyalah satu
saja sebagai sumber asal baik materi maupun ruhani. Thomas Davidson menyebutkan
monoisme adalah block universe. Paham
monoisme terbagi dua aliran yaitu :
-
Materialisme : Menganggap bahwa sumber yang asal adalah
materi bukan rohani sering juga naturalisme.
-
Idealisme dinamakan juga spritualisme.
Idealisme mengandung arti sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini menganggap
bahwa hakikat kenyataan yang beranekaragam ini berasal dari ruh yaitu sesuatu
yang tidak berbentuk dan menempati ruang.
Menurut
Rapar (2005:45), aliran materialisme
menolak hal-hal yang abstrak. Bagi materialisme ada
yang sesungguhnya adalah yang keberadaannya semata-mata bersifat
materialisme,
realitas yang sesungguhnya adalah alam kebendaan, sesuatu yang riil atau nyata.
Tokoh-tokoh aliran materialisme
adalah Thales, anaximenes dan anaximandris.
Sedangkan aliran idealisme tumbuh dan berkembang sejak masa Plato
yang terkenal dengan pandangannya mengenai ide. Ide bagi Plato tidak sama dualisme
ide yang dipahami orang pada saat ini. Dasar pokok pemahaman ide dikemukakannya
sebagai teori logika kemudian meluas menjadi pandangan hidup dan menjadi dasar
umum ilmu dan politik social dan bahkan agama.
2. Dualisme
Aliran dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan
dua paham yang saling bertentangan yaitu materialisme dan idealisme. Aliran dualisme memandang paham yang serba dua yaitu
antara materi dan bentuk. Pengertian materi dalam pandangan aliran dualisme.
Materi dalam arti mutlak adalah asas atau lapisan bawah yang paling akhir dan
umum. Tiap benda yang dapat diamati disusun dari materi.. Materi dan bentuk
tidak dapat dipisahkan. Materi tidak dapat berwujud tanpa bentuk sebaliknya
bentuk tidak dapat berada tanpa materi. Tiap benda yang dapat diamati disusun
dari bentuk dan materi.
3. Pluralisme
Paham pluralisme berpandangan bahwa segenap macam bentuk
merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa
segenap macam bentuk semuanya nyata.
4. Nikhilisme
Dunia
ini terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Dalam paham ini manusia
bebas berkehendak dan berkreativitas.
5. Agnotisisme
Aliran
ini menganut paham bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu
dibalik kenyataannya. Manusia tidak mungkin memiliki hakekat batu, air, dan
api. Kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin tahu hakikat sesuatu
yang ada. Paham
agnotisisme mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda baik
materi maupun hakikat rohani.
2.3
Asumsi
Ontologis Ilmu
Pendapat
yang telah didukung oleh beberapa teori dan fakta yang dapat dibuktikan secara
rasional. Berkaitan dengan pengkajian konsep-konsep, pengandaian-pengandaian.
Dengan demikian filsafat ilmu erat
kaitannya dengan pengkajian analisis konseptual dan bahasa yang digunakannya
dan juga dengan perluasan serta penyusunan cara-cara yang lebih tepat untuk
memperoleh pengetahuan.
Objek telaah ontologi adalah yang
ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya di
lakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah ontologi banyak di gunakan ketika
kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Ontologi membahas tentang yang
ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas
tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal.
Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam
rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam
semua bentuknya.
Karena setiap ilmu selalu memerlukan asumsi, Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan
suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang
kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan latar
belakang intelektal suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai
merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk
menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian. Asumsi diperlukan untuk
menyuratkan segala hal yang tersirat. McMullin (2002) menyatakan hal yang mendasar
yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan asumsi
pokok (the standard presumption) keberadaan suatu obyek sebelum melakukan
penelitian.
a.
Objek
Formal
Objek formal ontologi adalah hakikat
seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas
atau jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi
aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme.
Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira cukup banyak. Hanya dua yang
terakhir perlu kiranya penulis lebih jelaskan. Yang natural ontologik akan
diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles
dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami
sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek
materialisme dari mental.
b.
Metode
dalam Ontologi
Lorens Bagus memperkenalkan tiga
tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk,
dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas
sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi
ciri semua sesuatu yang sejenis.
Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua
realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik.
Sedangkan metode pembuktian dalam
ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori. Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan
term tengah berada lebih dahulu dari predikat, dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab
dari kebenaran kesimpulan. Sedangkan
pembuktian a posteriori secara ontologi, term
tengah ada sesudah realitas kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat realitas
yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktian a posterioris
disusun dengan tata silogistik.
Bandingkan tata silogistik
pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang apriori di berangkatkan dari term
tengah di hubungkan dengan predikat dan term tengah menjadi sebab dari
kebenaran kesimpulan, sedangkan
yang a posteriori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan subjek,
term tengah menjadi akibat dari realitas dalam kesimpulan.
Ontologi menurut Anton Bakker (1992)
merupakan ilmu pengetahuan yang paling universal dan paling
menyeluruh. Penyelidikannya meliputi gejala pertanyaan dan penelitian lainnya
yang lebih bersifat bagian. Ontologi berusaha memahami keseluruhan kenyataan,
segala sesuatu yang mengada segenapnya.
Ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologis
mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu
membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan
pengalaman manusia. Dalam
kaitannya dengan kaidah moral atau nilai-nilai hidup, maka dalam menetapkan
objek penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat
mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan
kehidupan.
Hakekat kenyataan atau realitas
memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1.
Kuantitatif,
yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2.
Kualitatif,
yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki
kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga
mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa
dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara
kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme,
empirisme.
2.4
Batas-batas Penjelajahan Ilmu
Dasar ontologi ilmu sebenarnya ingin
berbicara pada sebuah pertanyaan dasar yaitu, apakah yang ingin diketahui ilmu ?
Atau bisa dirumuskan secara eksplisit menjadi, apakah yang menjadi bidang telaah ilmu ? Berbeda dengan agama atau
bentuk pengetahuan yang lainnya, maka ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian
yang bersifat empiris. Secara sederhana objek kajian ilmu ada dalam jangkauan
pengalaman manusia. Objek kajian ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dapat diuji oleh pacaindera manusia. Dalam batas-batas tersebut maka ilmu
mempelajari objek-objek empiris seperti batu-batuan, binatang, tumbuh-tumbuhan
, hewan atau manusia itu sendiri.
Berdasarkan hal itu maka ilmu-ilmu dapat disebut sebagai suatu
pengetahuan empiris, di mana objek-objek yang berbeda di luar jangkaun manusia
tidak termasuk di dalam bidang penelaahan keilmuan tersebut.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai objek-objek empiris. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya. Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi yang dasar.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai objek-objek empiris. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya. Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi yang dasar.
Asumsi pertama, menganggap objek-objek
tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal bentuk,
struktur, sifat dan sebagainya. Asumsi kedua, ilmu menganggap bahwa suatu benda
tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu . Kegiatan keilmuan
bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu.
Asumsi ketiga, ilmu menganggap bahwa tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian
yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai suatu hubungan pola-pola
tertentu yang bersifat tetap dengan urutan kejadian yang sama. Dalam
penegartian ini ilmu mempunyai sifat deterministik. Namun demikian dalam determinisme dalam
pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik).
a.
Karakteristik
Filsafat Ilmu
Ilmu sebagai salah satu bidang dalam
filsafat, di abad modern ini memang mendapat tempat dan porsi terbesar,
Perkembangan ilmu saat ini banyak mendorong terjadinya perubahan-perubahan
peradaban, Abad modern memang sangat didorong oleh kemunculan rasionalitas ilmu
sebagai dasar dominan rasionalitas modern. Ilmu sebagai sebuah konsep memang
mengandung pengertian yang cukup komplek. Ilmu dalam bahasa inggris ‘science’,
dari bahasa Latin ‘scientia’ (pengetahuan). Sinonim yang paling akurat dalam
bahasa Yunani adalah ‘ episteme’. Pada prinsipnya ‘ilmu’ merupakan cabang
pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu
tidak membedakan antara ilmu sosial dan ilmu alam , karena
permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu sering
dibagi menjadi ‘filsafat ilmu alam’ dan filsafat ilmu sosial’.
Karakteristik ilmu yang paling
kentara adalah bahwa cara kerjanya ditentukan oleh sebuah metode. Metode
berarti bahwa penyelidikan berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Tekanan
ilmu terletak pada bagaimana sebuah metode dibangun. Ilmu yang dalam
perkembangannya memakai metode ilmiah di dalam hukum-hukumnya mempunyai
bahasa-bahasa ilmiah yang berbeda dengan bahasa keseharian yang lain.
Karakteristik yang nampak dalam bahasa ini adalah bahwa bahasa ilmiah selalu
menekankan unsur “bebas nilai”. Karakteristik yang kedua adalah bahwa bahasa
ilmu sifatnya tertutup dan memakai cara kerja sistem sendiri. Ada banyak model
dan cara kerja ilmu yagn berkembang sesuai dengan perkembangan filsafat
manusia. Jika kita lihat di sana akan ditemukan pengertian-pengertian
Rasionalisme, Empirisme, Positivisme, Rasionalitas Kritis, Konstruktivisme.
Masing-masing mempunyai metodologi yang khas tetapi masih dalam kesatuan ciri
khas kerja sebuah ilmu.
Filsafat ilmu pada prinsipnya bertugas
meneliti dan menggali sebab-musabab pertama dari gejala ilmu pengetahuan, di
antaranya paham tentang kepastian, kebenaran dan objektivitas. Cara kerja
filsafat ilmu pengetahuan pada prinsipnya adalah sebuah penelitian tentang apa
yang memungkinkan ilmu-ilmu tersebut terjadi dan berkembang.
b.
Batas-batas
Kerja Ilmu
Jika kita mempertanyakan apa batas
kerja ilmu atau batas penjelajahan ilmu maka bisa dijelaskan bahwa ilmu memulai
penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak
mempelajari sesuatu yang bukan dari pengalaman manusia, maka ilmu tidak bekerja
di luar batas kerjanya seperti keyakinan surga dan neraka. Pada prinsipnya ilmu
sendiri dalam kehidupan manusia sebagai alat pembantu untuk bisa membongkar berbagai
problem manusia dalam batas pengalamannya.
Ilmu membatasi lingkup penjelajahan
pada batas pengalaman manusia. Metode yang dipergunakan dalam menyusun ilmu
telah teruji kebenarannya secara empiris. Dalam perkembangannya kemudian maka
muncul banyak cabang ilmu yang diakibatkan karena proses kemajuan dan
penjelajahan ilmu yang tidak pernah berhenti. Dari sinilah kemudian lahir
konsep “kemajuan” dan “modernisme” sebagai anak kandung dari cara kerja
berpikir keilmuan.
Ahli ontologi menggunakan beberapa
pertanyaan mendasar tentang keberadaan sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh
jawaban yang paling ideal. Pertanyaan-pertanyaan utama dalam ontologi adalah:
1)
Atas
dasar apakah ”sesuatu” itu dikatakan sebagai ”ada”?
2)
Jika
”sesuatu” itu dikatakan ”ada”, bagaimana cara mengelompokkannya?
Kedua pertanyaan tersebut telah
mendorong dilakukannya upaya untuk membagi entitas-entitas yang melekat pada
”sesuatu” menjadi kelompok atau kategori. Karena jumlah entitas sangat banyak,
maka daftar kategori yang dibuat juga beragam. Untuk mempermudah kita menemukan
kategori yang diinginkan, kategori-kategori yang ada disusun dan dihubungkan
dalam bentuk skema. Aplikasi dari kategorisasi entitas dapat dilihat dalam ilmu
perpustakaan dan IT.
Pengembangan dari dua pertanyaan
mendasar dalam ontologi telah mendorong ahli filsafat untuk berpikir lebih
keras dan memacu perkembangan ontologi dan aplikasinya dalam berbagai bidang.
Berikut ini adalah beberapa contoh pertanyaan dalam ontologi:
1.
Apa
yang dimaksud dengan ”ada”?
2.
Apakah
”ada” memiliki sesuatu atau properti?
3.
Jika ”sesuatu” tersusun atas entitas, maka
entitas manakah yang fundamental?
4.
Bagaimana
properti dari sebuah obyek dapat berhubungan dengan obyek tersebut?
5.
Apa
ciri yang paling penting dari sebuah obyek?
6.
Jika
”ada” memiliki tingkatan (level), berapa jumlah level yang dimiliki oleh sebuah
”ada”?
7.
Apa
yang dimaksud dengan obyek fisik?
8.
Apakah
bukti yang dapat menyatakan bahwa suatu obyek fisik itu dikatakan sebagai
”ada”?
9.
Apakah
bukti yang dapat menyatakan bahwa suatu obyek fisik memiliki entitas atau unsur
non-fisik?
2.5 Konsep
Ontologi
Konsep-konsep yang berkembang dalam ontologi dapat dirangkum
menjadi 5 konsep utama, yaitu:
a)
Umum
(universal) dan Tertentu (particular)
Umum (universal) adalah sesuatu yang
pada umumnya dimiliki oleh sesuatu, misalnya: karakteristik dan kualitas.
“Umum” dapat dipisahkan atau disederhanakan melalui cara-cara tertentu. Sebagai
contoh, ada dua buah kursi yang masing-masing berwarna hijau, maka kedua kursi
ini berbagi kualitas ”berwarna hijau” atau ”menjadi hijau”. Tertentu
(particular) adalah entitas nyata yang terdapat pada ruang dan waktu.
Contohnya, Socrates (guru dari Plato) adalah tertentu (particular), seseorang
tidak dapat membuat tiruan atau kloning dari Socrates tanpa menambahkan sesuatu
yang baru pada tiruannya.
b)
Substansi
(substance) dan Ikutan (accident)
Substansi adalah petunjuk yang dapat
menggambarkan sebuah obyek, atau properti yang melekat secara tetap pada sebuah
obyek. Jika tanpa properti tersebut, maka obyek tidak ada lagi.Ikutan
(accident) dalam filsafat adalah atribut yang mungkin atau tidak mungkin
dimiliki oleh sebuah obyek. Menurut Aristoteles, ”ikutan” adalah kualitas yang
dapat digambarkan dari sebuah obyek. Misalnya: warna, tekstur, ukuran, bentuk
dsb.
c)
Abstrak
dan Kongkrit
Abstrak adalah obyek yang ”tidak
ada” dalam ruang dan waktu tertentu, tetapi ”ada” pada sesuatu yang tertentu,
contohnya: ide, permainan tenis (permainan adalah abstrak, sedang pemain tenis
adalah kongkrit). Kongkrit adalah obyek yang ”ada” pada ruang tertentu dan
mempunyai orientasi untuk waktu tertentu. Misalnya: awan, badan manusia.
d)
Esensi
dan eksistensi
Esensi adalah adalah atribut atau
beberapa atribut yang menjadi dasar keberadaan sebuah obyek. Atribut tersebut
merupakan penguat dari obyek, jika atribut hilang maka obyek akan kehilangan
identitas. Eksistensi (existere: tampak, muncul. Bahasa Latin) adalah kenyataan
akan adanya suatu obyek yang dapat dirasakan oleh indera.
e)
Determinisme
dan indeterminisme
Determinisme adalah pandangan bahwa
setiap kejadian (termasuk perilaku manusia, pengambilan keputusan dan tindakan)
adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rangkaian kejadian-kejadian
sebelumnya. Indeterminisme merupakan perlawanan terhadap determinisme. Para
penganut indeterinisme mengatakan bahwa tidak semua kejadian merupakan
rangkaian dari kejadian masa lalu, tetapi ada faktor kesempatan (chance) dan
kegigihan (necessity). Kesempatan (chance) merupakan faktor yang dapat mendorong
terjadinya perubahan, sedangkan kegigihan (necessity) dapat membuat sesuatu itu
akan berubah atau dipertahankan sesuai asalnya.
BAB III
KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Ontologi adalah ilmu yang mempelajari hakikat sesuatu
yang ada atau hakikat dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan Bidang Kajian Ontologi mengkaji
segala sesuatu yang ada yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak
terbatas, ada universal dan ada yang bersifat mutlak. Sehingga dapat mengetahui nilai-nilai
penting yang terdalam dari yang ada. Jika dilihat dari manfaat mempelajari
filsafat itu sendiri maka filsafat akan
mengajarkan tentang hakikat alam semesta. Filsafat terbagi atas cabang-cabang
yang lebih terperinci. Salah satunya adalah kajian metafisika.
Dan Aliran-aliran ontologi itu sendiri adalah bagian metafisika umum, yang membahas segala sesuatu yang ada
secara menyeluruh yang mengkaji persoalan seperti hubungan akal dengan benda,
hakikat perubahan, pengertian tentang kebebasan dan lainnya. Sehingga timbul aliran-aliran dalam
pandangan-pandangan pokok pemikiran,
seperti Monoisme, Dualisme, Prularisme, Nikhilisme dan Agnotisisme.
Sedangkan Asumsi Ontologis Ilmu adalah Pendapat yang telah
didukung oleh beberapa teori dan fakta yang dapat dibuktikan secara rasional.
Berkaitan dengan pengkajian konsep-konsep dan pengandaian-pengandaian. Asumsi Ontologis Ilmu adalah hal
yang mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan.
contoh dari ontologi secara umum apa gan?
BalasHapus